The Author

Foto saya
Your next professional journalist. Badminton lovers. On my way to build my own coffee shop and advertising company

Minggu, 29 Juni 2014

Photo Gallery of BCA Indonesia Open Metlife BWF World Superseries Premier 2014 (all taken by me)

Raisa menghibur para atlet pada Welcoming Dinner  di Hotel Sultan Jakarta (16/06)

PV Sindhu belajar membatik pada Welcoming Dinner (16/06)

Funny expression of Fischer :D

Rendra Wijaya ready to smash!

My forever world fastest smash


Jan O Jorgensen on the podium

Alamsyah Yunus mencoba mengembalikan bola lawan

Jonatan degdegan main sama Susi Susanti lho


Tian Qing/Zhao Yunlei bring home their second title within two weeks


Tian Qing/Zhao Yunlei in  BCA IOSSP 2014 (photo taken by me)


SYDNEY – Chinesse gold medalist, Tian Qing/Zhao Yunlei finally paid their hard work for this week tournament, The Star Australian Badminton Open 2014. After play for 43 minutes, they win 21-15 21-9 against Japanesse pair Misaki Matsutomo/Ayaka Takahashi.

This weekseems very tight for this pair. From the first round match until the semifinals, Zhao/Tian can’t avoid to play rubber game with duration above 60 minutes each. “The weather is quiet cold, and it made the shuttlecock flies slowly which mean that we have to play longer to deal with the situation” said Tian Qing after beat Danish pair Juhl/Pedersen to get the final ticket.

From the first game, chinesse pair seems very obsessed with the title. They play well eventhough the first game is not as easy as they hope. It is very tight game until it’s reaching 9-9. However both pairs have unbeatable defense, and it made Tian/Zhao more agressive with their smash until they ends the game 21-15 with Matsutomo’s drive which is out of the court.

In the second game, this Asian Game 2010 gold medalist, comes with very big spirit to win. The move very fast and make many offense combination which are made Japanesse pair flustered. It made 11-5 leading score for interval. Moreover, Misaki/Ayaka’s offense seems not working very well. They play statically and sometimes made mistakes while the chinesse seems really want to end this game faster. This game finally end and it’s become another women doubles super series for Tian/Zhao.

 This is their second title in two-weeks non stop tournament. One week before, they win  the premier superseries title in Indonesia without feels the heat of the court because another Chinesse pair, Ma Jin/Tang Yuanting choose to walkover in the final match. (nao)



Selasa, 10 Juni 2014

Ryan Adriandhy : Passion dari Lion King


source : Google

Sosok lelaki mungil namun “guyon”nya mampu memberikan canda tawa bagi penontonnya, hmmm siapa dia? Yap! Ryan Adriandhy atau yang akrab disapa Ryan. Ia adalah seoranga anak muda dengan passion yang besar dalam bidang stand up dan desain grafis. Baginya, passion lah yang membawanya berhasil sampai seperti ini. Kira-kira bagaimana sebenarnya passion itu bisa memotivasi dirinya untuk berhasil?



Q : “Gimana sih awalnya bisa terjun ke dunia stand up comedy dan ilustrator?
A : Awalnya terjun ke dunia stand up comedy karena tertarik ikut audisi program TV Stand Up Comedy Indonesia Season 1 yang disiarkan KOMPAS TV. Karena sebelumnya saya juga sudah suka melihat Ellen Degeneres dan Jerry Seinfeld melakukan stand-up, jadi saya iseng-iseng coba ikut audisi. Eh alhamdulillah lanjut sampai grand final.

Kalau menjadi ilustrator sih sudah dimulai jauh sebelum menjadi stand up comedian. Saya suka menggambar dari kecil. Di umur 4 tahun, The Lion King dari Disney adalah film pertama saya di bioskop. Pengalaman yang tidak akan bisa saya lupakan; bagaimana saya langsung jatuh cinta dengan dunia visual storytelling dan animasi. Film itu yang membuat saya ingin bisa menggambar dan bisa bercerita lewat gambar. Sejak kelas 2 SD saya sudah menjual komik-komik pendek buatan saya sendiri ke teman-teman kelas seharga 500 rupiah satu cerita.


Q : “Dari beberapa media yang kami baca, passion lah yang mendasari Ryan untuk terjun di dunia komedi dan ilustrator, apa benar?
A : Dasar menjadi Illustrator iya passion. Kalau Komedi berdasarkan keingintahuan dan rasa penasaran untuk mencoba sesuatu yang baru. Hehe.


Q : “Mengapa memilih studi di jurusan  desain grafis?
A : Saya sudah memutuskan saya harus masuk jurusan Desain Grafis dari kelas 5 SD. It’s my long term goal at that time, to be honest. Dan sebetulnya itu strategi saya. Saya ingin menjadi animator sekelas animator-animator Walt Disney. Tapi saya tahu kalau mau benar-benar mendalami bidang perfilman animas, saya harus belajar di luar negeri karena di sini belum ada institusi pendidikan formal yang mau mengajarkan animasi sebagai satu jurusan sendiri. Kalau saya mau belajar di luar negeri, saya tidak mungkin mengandalkan support finansial dari orang tua saya karena saya tahu kemampuan keluarga. Jadi, saya harus bisa mengejar beasiswa. Karena itu lah saya tahu dari kelas 5: Kuliah saya harus menggambar. Tapi saya tidak tertarik arsitektur. Saya suka seni, tapi bukan seni murni yang saya tuju. Saya harus belajar ilmu di mana kita bisa mengkomunikasikan sesuatu secara visual dan memiliki appeal  secara komersil.


Q : “Apakah keluarga (ortu) mendukung kakak untuk mendalami bidang ini?
A : Ya. Saya ingat betul ketika keluar dari bioskop setelah selesai menyaksikan film The Lion King, saya bilang ke ibu saya “Ryan pengen bisa gambar aja kalau udah besar. Bikin kayak (film) tadi. Boleh ya?” Dan anggukan kedua orang tua saya lah yang membuat saya masih menggores garis dan mencampur warna sampai hari ini.”


source : Google

Q : “Darimana kakak dapat inspirasi dalam membuat ilustrasi-ilustrasi yang keren kayak gitu?
A : Siap nih sama jawaban saya? Oke deh: Dari bengong. Saya selalu berkhayal. Kalau ada skill hidup yang saya paling kuasai sejak kecil, itu adalah berkhayal. Mayoritas dari ilustrasi saya semua berakar dari satu pertanyaan: “what if?”/”Bagaimana kalau..?” Lalu saya lepaskan semuanya ke imajinasi saya.


Q : “Adakah idola dalam bidang ilustrator?
A : Banyak. Di antaranya adalah Walt Disney, Chuck Jones, Bill Watterson, dan Mary Blair.


Q : “Sejauh mana passion itu bisa memotivasi diri sendiri?
A : Passion memberikan gue mindset “Keinginan gue untuk berhasil lebih besar daripada ketakutan dan kekhawatiran gue untuk gagal. I love what I’m doing. So why should I worry?”


Q : “Menurut kakak bagaimana cara mengetahui apa yang menjadi passion kita dan bagaimana kita bisa mengembangkan menjadi potensi yang hebat?
A : “Saya cukup lama untuk akhirnya mendapatkan jawaban apa itu passion. Buat saya, passion itu sesimpel ini: “Apa kira-kira hal dalam hidupmu yang seandainya hidup membuatmu tidak bisa lagi melakukannya seumur hidupmu, kamu akan sedih setengah mati?” – Dan bagi saya itu menggambar. Coba tanyakan ini pada dirimu sendiri. Jika kamu bisa menjawabnya, menurut saya kamu sudah tahu apa passion-mu. Lalu bagaimana kita mengembangkan passion kita menjadi potensi yang hebat? Bagi saya kita boleh punya satu passion, tapi kalau kita tidak bisa melakukannya dengan cara pada umumnya, itu bukan berarti passion kita nihil. Find what you love, find what you can do, find how can you live with it.


Q : “Adakah saran untuk teman-teman yang ingin berkarir di dunia freelance?
A : Be unique. Jadilah unik. Jadilah tidak tergantikan. Karena jika kamu memiliki kualitas yang orang lain tidak punya sebagai freelancer, klien akan terus mencarimu. Tapi kalau kamu masih tergantikan, kamu bisa ditukar oleh klien dengan jasa yang lebih murah. Always strive for the best. Learn new things. Don’t get bored easily. J



------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Ini adalah murni hasil wawancara saya secara langsung dengan Ryan Adriandhy. Bila ingin mengutip, mengcopy atau menggandakan, harap memberikan credit kepada blog saya sebagai sumber. 
Terima kasih atas pengertiannya.

Cheers,

Naomi

Sabtu, 07 Juni 2014

Udah Kayak Wartawan Beneran



Tidak pernah membayangkan sebelumnya akan berada bersama dengan 125 orang hebat dan mentor-mentor yang luar biasa. Sama-sama meliput Sirnas Jakarta 2014, I feel honored. Tangan, kaki, mata, pikiran, dan seluruh tubuh sinkron bekerja sama dalam usaha pencarian berita, “udah kayak wartawan beneran”.  
Hal itu yang saya rasakan ketika mendapat kesempatan luar biasa ini. Melihat antusiasme teman-teman lain, membuat saya semakin termotivasi untuk mendapatkan berita yang terbaik. Gelaran Sirkuit Nasional yang selama ini saya pandang sebelah mata ternyata memiliki banyak hal unik untuk diberitakan kepada masyarakat luas.


Mencari panutan di lapangan
                Saat meliput Sirnas Jakarta kemarin, saya melihat antusiasme peserta PJBM ini tidak dibarengi dengan banyaknya media lokal yang meliput pada Sirnas Jakarta kemarin. Terlihat hanya terdapat wartawan dari beberapa harian berita yang tampak memberitakan pagelaran Djarum Sirkuit Nasional Jakarta Open 2014. Pada awalnya saya pikir akan banyak wartawan yang memadati arena ketika pertandingan final, ternyata tidak. Daerah pinggir lapangan, dan depan podium dipenuhi oleh peserta PJBM 2014 dan beberapa keluarga atlet yang ingin menyaksikan anaknya bertanding.

                Rasanya miris melihat bahwa turnamen ini seperti “sepi” dari pemberitaan media. “Bagaimana khalayak tahu kalau ada pemain muda yang berbakat kalau bukan dari pemberitaan media?” Itulah yang menjadi pertanyaan. Menurut saya, Sirnas adalah salah satu turnamen terbaik dimana turnamen ini tak hanya fokus pada usia senior namun juga pemain pemula dan taruna. Dari pagelaran Sirnas, kita bisa menyaksikan bagimana bulutangkis Indonesia berkembang sejak usia dini. Saya tak pernah berhenti berdecak kagum kala menyaksikan pertandingan para pemain junior pada Sirnas kemarin. Tapi yang mengetahui hal itu hanya yang menonton secara langsung. Padahal akan lebih baik jika kiprah para atlet junior tersebut diberitakan kepada khalayak sehingga mereka bisa mengetahui perkembangan bulutangkis Indonesia.  Setidaknya dengan pemberitaan tersebut, minat masyarakat untuk kembali mendukung bulutangkis Indonesia bisa muncul kembali.

                Saya sebagai peserta, sejujurnya ingin sekali bisa melihat secara langsung bagaimana wartawan profesional bekerja. Saya sangat berharap saat pertandingan final bisa mendapat panutan ketika meliput, selain dari bimbingan mentor (Broto Happy). Namun hal tersebut tidak saya dapatkan karena tidak banyak wartawan yang meliput disana. Walaupun tidak banyak wartawan professional disana, saya tetap bisa merasakan euforia dalam meliput berita degan bimbingan dari beberapa kakak mentor, Om Broto Happy dan Om Erly.


Pengalaman Berharga
Terlepas dari pengalaman meliput Sirnas Jakarta 2014, Pelaksaan PJBM ini sangat bermanfaat baik bagi calon-calon jurnalis Indonesia. Bagi saya, rasanya baru kali ini apa yang menjadi passion saya sejak kecil bisa terwujud dengan maksimal. Saya berharap tidak hanya saya yang bisa merasakan kesempatan ini. Saya ingin teman-teman di kota lain bisa merasakan hal serupa sehingga akan banyak tercipta jurnalis Indonesia yang berbakat. Sesuai dengan perkataan Bapak Gita Wirjawan “Pena anda juga harus bisa meninggalkan legacy kearah kegemilangan olahraga bangsa”. Terima kasih PJBM! (nao)

Rendra Wijaya/Rian Sukmawan : Kompak dukung Spanyol

Rendra dan Ryan usai pertandingan semifinal Sirnas Jakarta 2014 (17/05)
Sudah 3 tahun dipasangkan, Rendra Wijaya (29) dan Rian Sukmawan (28) makin hari semakin menujukkan kekompakan di dalam dan di luar lapangan.Tak terkecuali urusan tim sepak bola jagoan dan taruhan.

Kekompakan pasangan ganda putra Rendra Wijaya/Ryan Sukmawan tak hanya terlihat saat bertanding di lapangan. Di luar lapangan, kedua pemain dari klub Tjakrindo Masters ini pun kompak soal tim jagoan di Piala Dunia 2014.
               
“Jagoin Spanyol” ,ujar Rendra. “Sama, Spanyol juga”, timpal Rian. Bagi keduanya tim Spanyol adalah tim yang solid dan selalu menunjukkan permainan yang cantik sehingga sangat menarik untuk disaksikan. Permainan cantik tim asuhan Vicente Del Bosque ini ternyata juga menginsipirasi Rian dan Rendra dalam bermain di lapangan. Strategi yang matang dan komunikasi yang baik selalu mereka jadikan bekal untuk dapat bermain prima. Hal itu terbukti dengan raihan gelar juara ganda putra dewasa pada kejuaraan  Djarum Sirkuit Nasional Li Ning Jakarta Open 2014. Pasangan yang juga sama-sama pendukung “The Red Devils” ini berhasil megalahkan pasangan Hantoro/Kenas Adi Haryanto 21-12 21-18.

                Walaupun jarang nonton bareng dengan Rian, Rendra punya cara unik untuk menikmati pertandingan. Ia pernah taruhan dengan teman-teman di klubnya untuk menambah suasana ramai sembari nonton bareng. “Pernah kalah taruhan terus traktir  temen-temen makan Steik, buat rame-ramean aja sih”, jelas adik Candra Wijaya ini. (nao)


Dianita/Yulfira raih gelar keempat



Dianita mengembalikan bola ke arah lawan pada Sirnas Jakarta 2014 (17/05)

Ganda putri remaja wakil Mutiara Cardinal Bandung, Dianita Saraswati/Yulfira Barkah sukses menggondol gelar juara untuk keempat kalinya pada gelaran Djarum Sirkuit Nasional Jakarta Open 2014 di GOR Asia Afrika, Senayan, Jakarta, Sabtu (17/05).


Berhadapan dengan rekan satu klubnya, Jessica Wardana/Monika Insany, pasangan unggulan pertama ini tampil lebih tenang pada set pertama dan membuka kemenangan 21-16. Pada set kedua pasangan yang dipasangkan sejak 2010 ini bermain kurang fokus dan banyak membuat kesalahan sendiri. Pengembalian Yulfira yang menyangkut di net terpaksa membuat mereka menjalani rubber game dengan kedudukan 18-21. Tak ingin buang-buang tenaga, Dianita/Yulfira mengeluarkan senjata andalan mereka. Dropshot dan placing yang cantik dari Yulfira mebuat pasangan ini jauh melaju meninggalkan skor lawan hingga 20-15. Pertandingan ditutup dengan smash tanggung yang dilepaskan Dianita ke badan Jessica membuat kedudukan berakhir 21-15. 
Keduanya mengaku senang dengan raihan gelar juara ini karena pada awalnya mereka tidak yakin juara. “Dari pertama mainnya lagi gak enak, lawannya tuh rubber, hampir-hampir kalah, Alhamdulillah bisa juara”, kata Yulfira seusai pertandingan. Meskipun berasal dari satu klub yang sama, Dianita/Yulfira tidak terlalu mengetahui bagaimana kekuatan lawan karena jarang bertemu saat latihan. “Rasanya lebih tegang dan gengsi gitu karena dari satu klub. Tapi tadi kita bisa lebih tenang dan sabar jadi bisa menang”, jelas Dianita. Dianita/Yulfira sebelumnya juga berhasil mengalahkan pasangan Jessica/Monika  pada Sirnas Batam 2014. (nao)