“Kalah lagi...kalah lagi...kalah lagi...tapi gapapa orang udah biasa kalah ini” “Kapan ya timnas kita bisa juara? Sampai kapan kita harus nunggu nih” itulah beberapa ungkapan kekecewaan yang saya dengar ketika menyaksikan langsung laga antara timnas Indonesia melawan Bahrain. Kecewa. Kata yang pantas untuk melukiskan perasaan saya dan seluruh pendukung Indonesia tentunya. Indonesia kembali harus menelan pil pahit kedua setelah ditundukkan Bahrain dengan 2 gol yang disarangkan ke gawang Markus Haris Maulana.
Miris apabila melihat perkembangan timnas Indonesia yang tak kunjung membaik. Meskipun sempat memberikan asa ketika berhasil menjadi Runner –up Piala AFF 2010 lalu, namun saat ini timnas belum menunjukkan tajinya lagi. Yang lebih menyedihkan , Wim Rijsbergen pria asal Belanda yang menukangi timnas garuda mengatakan bahwa Indonesia layak untuk kalah dan memang belum pantas untuk bermain di level internasional seperti saat ini. Ditambah dengan mental supporter yang tak dewasa menerima kekalahan. Mereka mengungkapkan kekecewaan mereka dengan kata – kata kasar yang langsung ditujukan ke para pemain melalui akun jejaring sosial. Ada pula supporter nakal yang menyalakan petasan dan kembang api saat pertandingan berlangsung. Tentunya hal ini menggangu jalannya pertandingan walaupun semangat dan dukungan yang terus mengalir bagi tim merah putih patut diacungi dua jempol.
Jika kita melihat prestasi tim nasional Indonesia dahulu, pasti akan sukses membuat kita makin sedih. Indonesia pernah lolos ke Piala Dunia 1938 walaupun harus rela angkat koper lebih cepat karena di pertandingan pertama Indonesia dicukur gundul Hongaria 6-0. Pada Olimpiade Melbourne 1956, Indonesia juga mengirimkan tim sepakbola. Di babak perempat-final, Indonesia langsung menghadapi favorit juara Uni Soviet. Setelah sempat menahan imbang 0-0, Indonesia takluk 4-0 pada partai ulangan hari berikutnya. Prestasi ini kemudian selalu disebut-sebut sebagai sejarah tertinggi sepakbola Indonesia. Namun sekarang prestasi Indonesia mulai menukik. Usai Ferril Hattu mengapteni tim memenangi medali emas SEA Games 1991, tidak ada lagi prestasi tinggi yang diraih Merah-Putih. Sudah kurang lebih 17 tahun lamanya macan yang dulu mengaum lantang di Asia puasa gelar. Lalu sampai kapan kita harus menunggu lagi? Lalu apa yang harus kita lakukan untuk membawa Garuda kembali ke masa jayanya?
Salah satu cara adalah dengan memperbaiki kompetisi lokal. Tim nasional dibentuk dari kompetisi liga yang solid dan pembinaan yang matang, jika kita tidak mampu menjalankan hal tersebut, mustahil bagi Indonesia untuk bisa berlaga di level Internasional. Uji coba internasional dengan tim – tim kuat juga sangat diperlukan agar para pemain Indonesia juga dapat mengambil pelajaran berharga dari pertandingan – pertandingan yang mereka lakoni.
Namun untuk membawa Indonesia kembali berjaya tak hanya dapat dilakukan oleh petinggi PSSI maupun para pelatih hebat saja, kita sebagai masyarakat Indonesia juga sewajibnya ikut ambil bagian dalam hal ini. Tak perlu muluk – muluk, cukup dengan mendukung timnas dengan sepenuh hati. Walaupun tidak menyaksikan secara langsung di stadion, bukan berarti kita tidak mendukung timnas bukan? Cobalah untuk menyaksikan kompetisi – kompetisi lokal yang ditayangkan si stasiun televisi Indonesia, jika ada kesempatan datanglah untuk mendukung langsung para punggawa garuda di stadion tentunya kita tetap harus menjaga ketertiban ya. Ketertiban supporter juga menggambarkan bagaimana citra persepakbolaan negaranya lho jadi sebagai supporter yang baik, kita harus bisa menjaga nama baik Indonesia contohnya dengan tidak membawa petasan atau pun kembang api serta senjata tajam ke dalam tempat pertandingan. Selain itu kita harus mampu memahami bahwa disetiap pertandingan pasti ada yang kalah dan menang. Jangan maunya menang terus dong! Ketika kalah kita harus berbesar hati menerima kekalahan. Jangan sampai ada caci maki dan tindak anarkisme kawan! Tentunya kita harus terus semangat untuk mengembalikan citra Indonesia! (ni)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar